Koruptor Go To Hell

Tak diragukan lagi, Bibit Samad Rianto kini menjadi simbol perlawanan terhadap koruptor. Dalam catatan Bibit, di negeri para bandit ini rata-rata terjadi 37 korupsi dalam sehari. Jangan heran bila Indonesia masih bertengger di posisi buncit dalam Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis tiap tahun. Mengenaskan! Bagaikan bakteri, korupsi tidak pernah berhenti berkembang biak dalam suatu siklus reproduksi yang sulit dideteksi. Korupsi telah melumpuhkan fungsi berbagai organ birokrasi di negeri ini. Buku ini merekam pergulatan Bibit melawan korupsi. Betapa parahnya korupsi di tanah air, sampai-sampai Bibit menemukan gambaran anatomis korupsi di Indonesia. Itu berarti sekujur tubuh birokrasi Indonesia dihinggapi oleh praktik korupsi. Buku ini mengupas akar dan beragam modus korupsi dengan begitu detail dan gamblang, tanpa perlu ada yang ditutup-tutupi. Sengaja ditulis untuk membasmi koruptor. Sebelum korupsi semakin membudaya dan mendarah daging di bumi pertiwi ini, buku ini lantang meneriakkan, Koruptor, Go to Hell! [Mizan, Hikmah, Motivasi, Inspirasi, Indonesia]

L18

Category:

Praktisi Hukum Lulusan Universitas Pelita Harapan Esther Roseline bersama Mantan Wakil Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto telah meluncurkan sebuah buku yang berjudul Koruptor “Go To Hell” Jilid II yang mengangkat tema Gurita Korupsi di Indonesia. Buku itu hadir untuk mengambil posisi objektif, tanpa menuduh salah satu lembaga atau individu manapun sebagai sumber utama Korupsi di Indnesia.

Buku ini juga mengajak segenap warga negara Indonesia untuk dapat bersatu dan mengambil peran masing-masing, dan bergandeng tangan untuk mencari akar permasalahan serta solusi, mencerahkan isu korupsi di bangsa Indonesia.

“Harapannya ini bisa menjadi kajian-kajian yang terus berlanjut dan bisa berkesinambungan, dan setiap rekomendasi-rekomendasi bisa di tinjau di lapangan dan bisa dipraktekan, jadi tujuannya jangan lagi saling menunuduh satu sama lain, mari membangun sistem yang lebih baik lagi,” kata Esther Roseline dalam video conference yang di selenggarakan oleh Forum Ekselen BUMN, Kamis  (16/04/2020).

Menurut Roseline ada lima faktor yang menyebabkan Korupsi itu bisa terjadi, di antaranya adalah :

  1. Lokasi
  2. Manusia
  3. Barang
  4. Kegiatan, dan
  5. Kebijakan

Yang pertama yaitu, Lokasi Rawan Korupsi terletak pada lokasi masuknya uang ke dalam suatu organisasi apa pun. Jika organisasi itu berupa negara atau pemerintah.

“Lokasi tersebut terletak pada Perpajakan, PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), serta termasuk BUMN/ BUMD yang secara sah dibuat untuk berusaha mendatangkan keuntungan bagi negara atau pemerintah daerah. Contohnya, Lokasi Pemasok Anggaran ,Lokasi Pengguna Anggaran dan Lokasi Disparitas Pendapatan,” jelas Esther.

Kedua yaitu, Manusia rawan korupsi adalah manusia yang memiliki potensi untuk melakukan korupsi. Potensi tersebut dapat disebabkan FRAUD TRIANGLE (peluang, tekanan, rasionalisasi).

“Terutama jika yang bersangkutan memegang suatu jabatan dan memiliki kewenangan untuk mengambil suatu keputusan tentang permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan seseorang atau sekelompok orang yang memerlukan, sep- erti perizinan, rekomendasi, atau kelanjutan pemrosesan suatu rangkaian kegiatan, dan aktivitas lain yang terkait dengan kepentingan umum,”katanya.

Ketiga, Barang yang rawan korupsi mencakup aset, barang sitaan/rampasan, maupun sumber daya alam.

Keempat, Kegiatan yang rawan korupsi mencakup proyek pembangunan, pengadaan barang/ jasa, perizinan/pelayanan publik, penegakkan hukum, maupun administrasi negara lainya, seperti pengelolaan anggaran negara dan lain-lain.

Dan yang terakhir adalah Kebijakan yang rawan korupsi contohnya adalah terkait pembuatan kontrak jangka panjang, pemborosan keuangan negara (seperti pemberian pensiun anggota DPR & Menteri seumur hidup), dan inkonsistensi antara kebijakan tingkat pusat dengan daerah serta dengan berbagai kebijakan/peraturan pelaksana lainnya.

Dalam kesempatan yang sama, Esther juga menjelaskan hal yang paling ditonjolkan dalam bukunya, ia menuliskan isi buku ini dengan menempatkan dirinya di posisi yang objektif, menurutnya banyak orang yang ketika membicarakan Korupsi selalu menyalahkan sepihak dan membenarkan satu pihak saja.

“Sebisa mungkin saya selalu di posisi objektif, karena banyak sekali di luar sana ketika membiarakan Korupsi selalu menyalahkan sepihak dan membenarkan satu pihak, tapi saya selalu menggunakan kacamata objektif agar kita bisa selalu bersatu,”tutup Esther Roseline.